Sabtu, 22 Oktober 2011

SEJARAH KOTA PADANG - 2

Sejarah berdirinya Kota padang

Terdapat 2 buah versi mengenai sejarah berdirinya kota Padang, yaitu: versi Tambo dan versi Hofman seorang opperkoopman di Padang pada tahun 1710 dan juga pengarang mengenai adat dan sejarah Minangkabau (terutama adat matrilineal). Opperkoopman sebutan pada wakil Belanda untuk suatu daerah yang belum ditaklukkan Belanda. Kota Padang belum ditaklukkan saat itu sedangkan untuk daerah jajahan Belanda seperti Ambon, Banda, Ternate dan Jawa penguasanya dinamakan Gubernur.


Kota Padang menurut HOFMAN, dinamakan Padang karena dulu merupakan lapangan besar dan luas yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi.

Pada awalnya tempat bermukim para penangkap ikan, pedagang dan petani garam yang dikepalai oleh seorang makhudun. Orang kedua yang menjadi kepala adalah dari golongan agama dari Passai yang bergelar Sangguno Dirajo.

Suatu saat terjadi peperangan antara orang padang dengan orang pegunungan dari XIII-Koto karena terbunuhnya Serpajaya oleh anak buah makhudun yang bernama Campang Cina. Dalam serbuannya yang pertama orang-orang dari XIII-Koto dapat dikalahkan dengan korban sebanyak 30 orang.

Karena takut akan serangan besar berikutnya, orang Padang mengirim utusan untuk berdamai yang bernama Datuk Bandaro Pagagar bersama wakil rakyat kota Padang. Ganti rugi yang diminta orang XIII-Koto adalah emas. Orang Padang keberatan dengan ganti rugi ini karena terlalu mahal dan mereka kebanyakan adalah nelayan.

Oleh karena itu ditawarkan separuh kota Padang dan bersumpah setia untuk tunduk kepada XIII-Koto, sejak saat itu orang XIII-Koto memiliki hak yang sama dengan orang Padang dan mendapat 4 dari 8 kursi penghulu di kota Padang.

Menurut versi TAMBO, jauh sebelum orang pegunungan mendiami kota Padang sekarang, daerah itu merupakan hutan lebat yang masih didiami oleh manusia liar (urang rupit dan urang tirau).
Orang pertama yang turun ke Padang adalah dari Kubuang Tigo Baleh (Solok) yang dipimpin oleh Maharajo Besar suku Caniago Mandaliko dan memilih tinggal di Binuang dan kemudian menyebar diantara Muaro sampai Ikua Anduriang (Pauh IX).

Kelompok kedua yang datang adalah orang dari Siamek Baleh (antara Singkarak dan Solok) dan disusul dengan orang dari Kurai Banuampu (Agam). Mereka menetap dibagian timur daerah Maharajo Besar.

Diantara pemimpin yang baru datang ini adalah Datuk Paduko Amat dari suku Caniago Simagek, Datuk Saripado Marajo dari suku Caniago Mandaliko, Datuk Sangguno Dirajo dari suku Koto beserta saudaranya Datuk Patih Karsani. Konon Datuk Patih Karsani ditempat yang baru banyak mendapat benda berharga seperti porselen, pisau, meriam kecil dan sebuah pedang (padang). Maka menurut yang mempunyai cerita dinamakanlah kota itu Kota Padang.

Pada abad ke–14 (1340-1375) Kota Padang dikenal berupa kampung nelayan dengan sebutanKampung Batung dengan sistem pemerintahan Nagari yang diperintah oleh Penghulu Delapan Suku.
Pada tahun 1667 VOC lewat penghulu terkemuka "Orang Kayo Kaciak" dapat izin mendirikan Loji pertama. Daerah Batang Arau dijadikan sebagai daerah pelabuhan, yang merupakan titik awal pertumbuhan kota Padang. Kota Padang tidak hanya berfungsi sebagai kota pelabuhan tapi juga kota perdagangan. Pelabuhan tersebut terkenal dengan nama Pelabuhan Muaro.

Pada 7 Agustus 1669 merupakan puncak pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan Belanda. Loji-loji Belanda di Muaro, Padang berhasil dikuasai. Peristiwa tersebut diabadikan sebagai tahun lahir kota Padang.

Pada 31 Desember 1799 seluruh kekuasaan VOC diambil alih pemerintah Belanda dengan membentuk pemerintah kolonial dan Padang dijadikan pusat kedudukan Residen.

Pada 1 Maret 1906 lahir ordonansi yang menetapkan Padang sebagai daerah Cremente (STAL 1906 No.151) yang berlaku 1 April 1906.
Pada 9 Maret 1950, Padang dikembalikan ke tangan RI yang merupakan negara bagian melalui SK. Presiden RI Serikat (RIS), No.111 tanggal 9 Maret 1950
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Tengah No. 65/GP-50, tanggal 15 Agustus 1950 menetapkan Pemerintahan Kota Padang sebagai suatu daerah otonom sementara menunggu penetapannya sesuai UU No. 225 tahun 1948. Saat itu kota Padang diperluas, kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Walikota Padang. Pada 29 Mei 1958. Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan No. 1/g/PD/1958 secara de facto menetapkan kota Padang menjadi ibukota propinsi Sumatera Barat.

Tahun 1975 secara de jure Padang menjadi ibukota Sumatera Barat, yang ditandai dengan keluarnya UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Kotamadya Padang dijadikan daerah otonom dan wilayah administratif yang dikepalai oleh seorang Walikota.

Dp.Tanjoeng /Rj.Basa
 SEJARAH KOTA PADANG



Kota Padang adalah salah satu Kota tertua di pantai barat Sumatera di Lautan Hindia. Menurut sumber sejarah pada awalnya (sebelum abad ke-17) Kota Padang dihuni oleh para nelayan, petani garam dan pedagang. Ketika itu Padang belum begitu penting karena arus perdagangan orang Minang mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar. Namun sejak Selat Malaka tidak lagi aman dari persaingan dagang yang keras oleh bangsa asing serta banyaknya peperangan dan pembajakan, maka arus perdagangan berpindah ke pantai barat Pulau Sumatera.
          Suku Aceh adalah kelompok pertama yang datang setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada akhir abad ke XVI. Sejak saat itu Pantai Tiku, Pariaman dan Inderapura yang dikuasai oleh raja-raja muda wakil Pagaruyung berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan penting karena posisinya dekat dengan sumber-sumber komoditi seperti lada, cengkeh, pala dan emas.
           Kemudian Belanda datang mengincar Padang karena muaranya yang bagus dan cukup besar serta udaranya yang nyaman dan berhasil menguasainya pada Tahun 1660 melalui perjanjian dengan raja-raja muda wakil dari Pagaruyung. Tahun 1667 membuat Loji yang berfungsi sebagai gudang sekaligus tangsi dan daerah sekitarnya dikuasai pula demi alasan keamanan.
Selanjutnya :
7 Agustus 1669,
puncak pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan Belanda dengan menguasai Loji-Loji Belanda di Muaro, Padang. Peristiwa tersebut diabadikan sebagai tahun lahir kota Padang.
20 Mei 1784
Belanda menetapkan Padang sebagai pusat kedudukan dan perdagangannya di Sumatera Barat. Padang menjadi lebih ramai setelah adanya Pelabuhan Teluk Bayur.
31 Desember 1799.
Seluruh kekuasaan VOC diambil alih pemerintah Belanda dengan membentuk pemerintah kolonial dan Padang dijadikan pusat kedudukan Residen.

1 Maret 1906.
Lahir ordonansi yang menetapkan Padang sebagai daerah Cremente (STAL 1906 No.151) yang berlaku 1 April 1906.

9 Maret 1950.
Padang dikembalikan ke tangan RI yang merupakan negara bagian melalui SK. Presiden RI Serikat (RIS), No.111 tanggal 9 Maret 1950.

15 Agustus 1950.
SK. Gubernur Sumatera Tengah No. 65/GP-50, tanggal 15 Agustus 1950 menetapkan Pemerintahan Kota Padang sebagai suatu daerah otonom sementara menunggu penetapannya sesuai UU No. 225 tahun 1948. Saat itu kota Padang diperluas, kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Walikota Padang.

29 Mei 1958.
SK. Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29 Mai 1958 secara de facto menetapkan kota Padang menjadi ibukota propinsi Sumatera Barat.

Tahun 1975
Secara de jure Padang menjadi ibukota Sumatera Barat, yang ditandai dengan keluarnya UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dengan Kotamadya Padang dijadikan daerah otonom dan wilayah administratif yang dikepalai oleh seorang Walikota.*
Pada awalnya luas Kota Padang adalah 33 Km2, yang terdiri dari 3 Kecamatan dan 13 buah Kampung, yaitu Kecamatan Padang Barat, Padang Selatan dan Padang Timur. Dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 tanggal 21 Maret 1980 wilayah Kota Padang menjadi 694,96 Km2, yang terdiri dari 11 Kecamatan dan 193 Kelurahan. Dengan dicanangkannya pelaksanaan otonomi daerah sejak Tanggal 1 Januari 2001, maka wilayah administratif Kota Padang dibagi dalam 11 Kecamatan dan 103 Kelurahan. Dengan Keluarnya Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Pembentukan organisasi Kelurahan Maka jumlah Kelurahan di Kota Padang menjadi 104 Kelurahan.
dptj---------


 

 Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Marapi, Sumbar



Detail:
Jenis Peta : Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Marapi
Sumber : PVMBG
Tanggal Pembuatan : 2006
Format/Ukuran File : PDF/7.5 Mb
Deskripsi : Peta menunjukkan wilayah rawan bencana Gunungapi Marapi di Prov. Sumatera Barat

Peta Zonasi Ancaman Bencana Gunung Api di Indonesia

Teori Baru Tentang Terjadinya GEMPA



Apakah ledakan dalam Bumi menimbulkan gempa, ataukah sebaliknya?

Sebenarnya pertanyaan ini ditimbulkan oleh adanya pendapat sarjana Barat tentang Drifting Continents yaitu benua-benua yang senantiasa bergerak. Dengan teori ini mereka telah mengetahui adanya sejuta kali gempa bumi setiap tahun di planet ini. Tetapi mereka lupa bahwa kulit Bumi ini telah sangat kuat kukuh malah sangat rapat, karenanya terdapatlah lautan air dua pertiga dari seluruh permukaannya begitupun orang tidak takut lagi berlayar ke mana saja tanpa perasaan akan jatuh di tempat longsor ke dalam perut Bumi.

Continental Drift dikatakan dengan keterangan lengkap sebagai teori, pertama kali diterbitkan oleh Alfred Wegener, meteorologis Jerman, pada tahun 1912. Dia menerangkan bahwa dulunya sekitar 200 juta tahun yang lalu, benua besar Pangaea telah terpecah. Masing-masing memisah hingga kini menjadi beberapa benua dan pulau-pulau.
Sayang, dia tidak menerangkan penyebah terpecahnya Pangaea tersebut, karenanya teori itu belumlah lengkap sebagai dikatakan, tetapi baru berbentuk dugaan yang ditimbulkan oleh keadaan dan pengalaman yang menimpa. Dia hanya berdasarkan bentuk benua-benua yang ujung-ujungnya cocok dihubungkan, serta fosil-fosil dan hewan yang hampir bersamaan pada benua-benua itu. Sampai kini daratan-daratan Bumi tersebut masih bergerak lalu menimbulkan gempa yang mendatangkan bencana dan kematian.

Maka tercatatlah sebanyak 1.200 stasiun seismograf yang mencatat 500.000 goncangan setiap tahun di muka Bumi, di antaranya 100.000 dapat didengar dan dirasakan penduduk, dan 1.000 kali telah mendatangkan bencana. Empat dan lima gempa bumi berlaku di sekeliling Pasifik, sedangkan yang lain berada di sekitar India, Laut Tengah dan Atlantik.

Tetapi pada tahun 1950 timbullah tantangan hebat dari kalangan ahli geofisika terhadap teori Continental Drift tersebut, dengan alasan bahwa kulit Bumi di dasar lautan telah sangat keras dan kuat hingga tidak memungkinkan berlakunya pergeseran benua-benua. Namun pada tahun 1960 tersiar lagi pendapat yang membela teori Alfred Wegner dengan mengemukakan keterangan-keterangan yang menguatkan.

Yang jelas pergeseran posisi benua yang disebut dengan Continental Drift itu tidak punya alasan kuat dan tidak dapat diterima logika wajar, karena jarak antara masing-masing benua dan pulau begitu jauh, bahkan ada yang ribuan mil. Tambahan lagi permukaan Bumi ini terdiri dari 2 per 3 lautan bukan daratan.

Kini kita kembali pada pertanyaan tadi, apakah ledakan yang menimbulkan gempa, ataukah gempa yang menimbulkan ledakan?

Jawabnya ialah keduanya sama saja. Gempa menimbulkan ledakan itu sendiri juga menimbulkan gempa. Yang menjadi soal adalah penyebab keduanya. Orang membagi dua macam gempa, yaitu tektonik yang ditimbulkan oleh gerak-gerik lapisan Bumi, dan vulkanik yang ditimbulkan oleh letusan gunung.
Gempa tektonik hanyalah kelanjutan dari teori Continental Drift yang tanpa alasan kuat, sementara gempa vulkanik adalah akibat dari akfitivas magma dalam perut Bumi, hingga tercatat sampai sejuta kali gempa bumi besar kecil dalam satu tahun.

Suatu hal yang meniadakan pengetahuan orang Barat tentang penyebab gempa ialah dugaan mereka sendiri mengenai sirkulasi magnet Bumi. Mereka beranggapan bahwa magnet positif di selatan Bumi ke luar ke angkasa kemudian membelok ke arah utara menyelubungi planet ini, seterusnya masuk di kutub utara dan bergerak melalui perut Bumi hingga keluar lagi di kutub selatan.
Secara nyata diperlihatkan kesalahan tentang sirkulasi magnet Bumi. Kesalahan itu bilamana dijadikan dasar perkembangan ilmu pengetahuan, akan terdapatlah kekeliruan yang banyak. Akhirnya berupa deadlock hingga berbagai masalah tak mungkin terpecahkan seperti yang menyangkut dengan asal-usul gempa Bumi.
Padahal orang yang sama mengetahui bahwa semua planet bertarikan dengan Surya yang dikitarinya. Masing-masing bagaikan bergantung dengan tali magnet yang berhubungan dengan Surya. Jika sirkulasi magnet tadi benar kejadian, maka Bumi kita tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Surya. Akibatnya telah lama melayang jauh entah ke mana di angkasa luas meninggalkan Surya tersebut. Diperihatkan juga bahwa magnet hanya berunsur positif, tiada unsur negatifnya. Keadaan demikian tidak cocok dengan kejadian sehari-hari.

a. Jika orang menempatkan suatu batang magnet buatan pada serbuk besi, maka kedua ujung magnet itu sama menarik serbuk tersebut dengan jumlah yang sama banyak. Hal ini membuktikan magnet negatif juga ada bersamaamn dengan magnet positif pada ujung yang berlainan.

b. Jika orang menggantungkan suatu batang magnet secara bebas di udara, maka ujung positif akan tertarik ke utara dan ujung negatifnya tertarik ke selatan. Hal ini membuktikan kedua macam magnet itu selalu ada bersamaan, mengenai wujud dan fungsinya.

c. Jika orang menghubungkan dua ujung kawat beraliran listrik negatif dan positif, maka dia akan menghasilkan cetusan api. Cetusan ini membuktikan adanya unsur negatif bersamaan dengan unsur positif, dan bukanlah negatif magnet itu sesuatu yang kosong hampa.

Tentang keadaan magnet demikian nyata keliru pendapat Barat. Perempuan itu walaupun termasuk golongan negatif, namun dia konkrit ada, bukan kosong hampa. Demikian pula magnet positif dan negatif Bumi.

Jadi untuk menggambarkan sirkulasi magnet Bumi yang selalu berhubungan dengan Surya yang diorbitnya, tentulah unsur magnet negatif juga harus ada bersamaan dengan magnet positif pada kutub yang berlainan. Kedua unsur magnet itu harus dihubungkan dengan Surya yang jadi tempat bergantung bagi Bumi. Tanpa perhitungan skala maka keadaannya sebagai berikut:
Magnet negatif yang keluar dari utara Bumi langsung bergerak ke utara Surya, keluar di permukaannya dan masuk di selatan Bumi. Sementara magnet positif yang keluar dari selatan Bumi langsung bergerak ke selatan Surya, keluar di permukaannya dan masuk lagi di utara Bumi.
Kedua unsur magnet yang berlainan ini berantukan dalam perut Bumi hingga tercatatlah getaran besar kecil sepanjang tahun, dibedakan oleh besarnya radiasi yang datang dari Surya. Perbedaan besar radiasi Surya tersebut disebabkan oleh saling bertarikannya dengan 9 planet lain yang selalu mengorbit, masing-masing bermagnet yang sirkulasinya bersamaan dengan magnet Bumi. Manakala ada suatu planet yang kebetulan satu arah dengan Bumi terhadap Surya, maka terjadilah pembesaran radiasi Surya atas Bumi atau atas planet itu, dan berlakulah misalnya gempa, letusan gunung, tornado atau sebagainya.
Maka dengan gambaran sirkulasi magnet Bumi tadi dapatlah diketahui kenapa magma tidak pernah mendingin tetapi selalu panas karena dia bertindak selaku filamen besar dengan tegangan tinggi yang selalu menyala dalam perut Bumi. Dia selalu dialiri arus listrik dari kutub selatan dan kutuh utara selaku anoda dan kathoda, dan dengan begitu kelirulah juga pendapat orang yang mengatakan magnet jadi hilang pada suhu yang sangat panas. Dengan gambaran tentang sirkulasi magnet tadi juga dapat pula diketahui kenapa permukaan Surya senantiasa bergolak. karena selalu mengeluarkan aliran listrik kepada 10 planet yang mengitarinya.

Kalau orang memperhatikan apa yang dinamakan dengan Van Allen Belts, lalu dihubungkan dengan keterangan kita berdasarkan Al Quran sebagai di atas tadi, akan didapatlah suatu pembukaan baru tentang sirkulasi magnet bumi dengan alasan kuat.
Seorang ahli fisika USA yang mengajar di University Iowa Canada, bernama James A. Van Allen, berdasarkan hasil penyelidikannya tahun 1958, dan diperkuat oleh penyelidikan pesawat tak berawak Explorer 1, 2, dan 12, telah menemukan daerah radiasi luas di angkasa keliling ekuator Bumi. Dalam daerah itu, aliran listrik yang datang dari Surya sebagian besar dapat ditangkap oleh lapangan magnet Bumi sekira ribuan mil dari permukaan planet ini. Kalau digambarkan maka daerah itu tampak berbentuk dua tanduk yang saling menantang atau berupa hilal Bulan.

Bagian dalamnya membujur pada 45˚ garis lintang di utara dan di selatan, sedangkan bagian luarnya sampai pada 62˚.
Dikatakan bahwa datang dari Surya itu entah elektron ataukah proton. partikelnya belum diketahui, tetapi jika orang mengikuti keterangan Alquran, maka yang datang dari Surya itu bukanlah partikel tetapi sinar atau gelombang magnet yang menimbulkan perubahan cuaca atau badai magnet pada aurora di angkasa utara dan selatan bumi.

Setelah kita mengetahui betapa sirkulasi magnet antara Bumi dan Surya, maka dapatlah disadari kenapa jalur gempa dan vulkanik ada pada daerah-daerah tertentu antara Makkah dan Tuamoto di timur dan barat permukaan Bumi. Bahwa magnet positif yang masuk di utara Bumi sebagiannya ada yang membelok ke arah Makkah, yang lainnya langsung menuju ke selatan. Begitu pula magnet negatit yang masuk di selatan ada yang membelok ke Tuamoto di Pasifik dan setengahnya langsung ke utara dalam perut Bumi, hingga gambarnya kira-kira sebagai berikut:

Titik M ialah Makkah di Saudi Arabia terbebas dari gempa dengan beberapa alasan, yaitu kulit Bumi di sana tebal sebab dulunya adalah kutub utara sebelum tofan di zaman Nuh, kedua, karena tempat itu paling jauh dari titik T, dan ketiga karena magnet negatif dari T lebih cenderung bergerak langsung ke arah Artik di titik U.

Sementara itu, titik T ialah Tuamoto di Pasifik. Kegiatan vulkanis di sana masih berlaku karena dulunya kutub selatan yang bermagnet positif. Kini dilalui oleh magnet negatif yang datang dari Antartik di titik S. Dan selatan ini ada aliran magnet yang menuju Makkah di titik M, tetapi sebelum sampainya, telah berantukan dengan magnet dari utara dalam perut Bumi. Dengan sirkulasi magnet demikian dapat diketahui kenapa Australia juga terbehas dari bahaya gempa Bumi, dan Iceland jadi vulkanik sangat hebat.

Maka satu-satunya cara yang efektif mengurangi bahaya gempa dan letusan gunung berapi ialah menghubungkan Makkah dengan Antartik, Tuamoto dengan Artik, dan kutub-kutub itu sendiri melalui Atlantik dengan bahan para magnet. Hubungan yang terakhir ini juga dapat mengurangi bahaya tornado dan hurricane dan sekaligus menghasilkan energi raksasa dari Bumi yang sesungguhnya adalah dynamo alam yang listrik besar. Usaha-usaha pengurangan bahaya tersebut dengan memakai ledakan bom atom ataupun penyuntikan air ke dalam Bumi adalah perbuatan sia-sia dan tidak logis.

Itulah sebagian akibat praktis dari tofan besar di zaman Nuh. Kalau pada masa purbakala manusia bermukim pada Pangaea yaitu daratan luas tanpa laut dan tanpa pergantian musim bahkan juga kekurangan sinar Surya, tetapi tak pernah mengalami bahaya gempa dan tornado, maka kini manusia tinggal pada benua dan pulau-pulau dengan laut dan hujan secukupnya, dengan hasil tambang melimpah ruah, tetapi diancam oleh bencana alam yang semakin banyak.
Kalau dulunya orang tidak perlu berpikir keras dan tidak pernah mendapat pelajaran dari bencana alam, sementara ilmu tinggi yang didapatnya hanyalah tensebab riwayat peradaban yang sangat panjang, maka kini orang harus berpikir keras karena selalu ditantang oleh pergantian musim dan bencana alam, kanenanya manusia kini lebih cepat maju dan dalam beberapa ribu tahun telah mulai melakukan penerbangan artarplanet. Jadi, tofan besar di zaman Nuh. di samping destruktif terhadap masyarakat kafir, juga konstruktif bagi Bumi dan masyarakat manusia kini sebagai yang dimaksud ALLAH pada Ayat 29/19.

Suatu hal lagi yang harus dibicarakan mengenai akibat praktis tadi ialah mengenai posisi dan orbit Bumi keliling Surya. Sudah menjadi pengetahuan umum di dunia selama ini, sebagai tercantum pada gambar no. 1, bahwa Bumi ini miring terhadap Surya. Yang menjadi sebab tentang ini ialah karena orang-orang Barat tidak dapat mengambil pelajaran dari The Bible mengenai peristiwa besar di zaman Nabi Nuh, sebagaimana dinyatakan ALLAH pada Ayat 11/49.
Tetapi selama ribuan tahun mereka dihadapkan kepada pergantian musim yang berlaku, maka untuk way out mereka sengaja memberikan ketentuan bahwa Bumi ini miring terhadap Surya. Dengan posisi begitu terdapatlah pergantian musim yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka. Walaupun ketentuan ini tanpa dasar dan tidak dapat dipertahankan, namun itulah satu-satunya yang mungkin mereka jadikan pegangan. Mereka menggambarkan status Bumi dalam orbitnya keliling Surya sebagaimana diajarkan di sekolah-sekolah dan termuat dalam buku-buku.

Dengan sketsa demikian, orang Barat memperkirakan bahwa Bumi menempatkan Surya di sebelah kirinya sewaktu mengorbit dengan sumbu putaran yang miring terhadap garis ekliptik, maka tercatatlah daerah permukaan Bumi rnenurut iklim yang ditimbulkan perbedaan sinar Surya yang diterimanya setiap tahun:

a. Frigrid Zone yaitu daerah dingin pada masing-masing kutub Bumi sampai pada 23½ derajat ke selatan atau ke utaranya.

b. Torrid Zone yaitu daerah panas, mulai dari garis ekuator sampai 23½ derajat ke selatan atau ke utaranya.

c. Temperature Zone yaitu daerah musim, berada di antara kedua daerah di atas tadi di belahan selatan dan di belahan utara Bumi.

Di antara tiga macam daerah itu maka Temperature Zone paling luas, semuanya didasarkan atas posisi Surya sepanjang tahun Masehi dipandang dari permukaan Bumi; bahwa:

a. 21 Maret : tepat berada di atas Ekuator, sembari bergerak ke arah utara.

b. 21 Juni : Surya tepat di atas 23½ derajat di belahan utara Bumi. Waktu itu berlaku musim dingin dan malam panjang di kutub selatan. Mulai tanggal itu Surya bergerak kembali ke arab ekuator.

c. 22 September : Surya tepat kembali di atas ekuator sembari bergerak ke arah selatan.

d. 22 Desember : Surya tepat berada 23½ derajat di belahan selatan Bumi. Waktu itu berlaku musim dingin dan malam panjang di kutub utara. Mulai tanggal itu Surya bergerak kembali ke arah ekuator yang dicapainya pada tanggal 21 Maret.


Dengan perpindahan posisi Surya begitu sepanjang tahun terbentuklah pergantiam musim yang jadi dasar penanggalan tahun Masehi. Tetapi bukanlah Bumi berstatus miring di sumbunya sebagai dikatakan berdeklinasi 23°27’, karena memang tiada alasan dan penyebab yang menjadikan demikian.
Dikatakan bahwa bumi senantiasa berada dalam garis ekliptik sewaktu beredar keliling Surya, jika benar demikian, tentulah terjadi gerhana Surya setiap tanggal 1 bulan Qamariah dan gerhana Bulan setiap tanggal 15-nya, namun gerhana tersebut tidak berlaku, karenanya kelirulah pendapat Barat tentang status Bumi tadi.

Berdasarkan logika wajar, setiap orang akan menyatakan sketsa itu keliru, karena kedua kutub Bumi tentulah akan sama jauh dari Surya sepanjang zaman kecuali ada penyebab yang memaksanya berubah. Sementara itu Bumi yang selalu berputar di sumbunya sewaktu berkeliling Surya tentulah kedua sumbunya dan arah putarannya sepanjang terhadap Surya sebagaimana keadaan dua sumbu roda dan arab putarannya terhadap jalan raya. Jika sketsa tadi benar-benar berlaku maka Bumi ini akan keluar dari garis orbitnya keliling Surya ke arah lain sesuai dengan arah putarannya.

Jadi bagaimana keadaan sebenarnya ? Dan bagaimana bentuk orbit Bumi keliling Surya hingga terbentuk pergantian musim?

Bumi bukan berposisi miring terhadap Surya tetapi semenjak berlakunya pendekatan suatu rombongan Comet pada Tatasurya kita, dan Surya keluar dari statusnya lain diikuti oleh semua planet yang mengorbit, maka terjadilah pergantian musim karena setiap planet terdorong ke utara dan ke selatan dari garis ekliptik keliling Surya. Karena dorongan itu dimulai oleh daya tarik Surya terhadap planet-planet tentulah dia menjadi semakin pendek dari masa ke masa. Itulah yang menyebabkan berkurangnya waktu penanggalan musim seperti yang dilakukan oleh Paus Georgery terhadap kalender Julius Caesar pada tanggal 4 Oktober 1582. Julius Caesar benar pada zamannya dan Paus Georgery juga benar pada masanya, maka yang berubah ialah lenggang Bumi ke utara dan ke selatan garis ekliptik menjadi semakin pendek dan otomatis mengurangi pergantian musim.
Pada Encyclopedia Americana 1975 buku 9 halaman 588 termuat keterangan yang artinya antara lain, bahwa tahun itu ternyata deklinasi rotasi Bumi 23°27’ dan garis ekliptik, dan penyimpangan demikian terus berkurang 0°75’ setiap 100 tahun, karena itu praktislah daerab kutub akan jadi semakin luas. Tetapi anehnya, buku itu tidak menerangkan sudah berapa lama deklinasi itu berlaku, berapa derajat dulunya, dan kenapa senantiasa berkurang setiap abad.

Pada hakekatnya, bukanlah Bumi berdeklinasi terhadap garis ekliptik, tetapi terdorong ke utara dan ke selatan, dan pengurangan 0°75’ setiap abad itu bukanlah pengurangan deklinasi tetapi pengurangan lenggang Bumi yang otomatis mengurangi waktu pergantian musim serta memperluas daerah kutub. Untuk ini perhatikanlah kembali catatan dari Bussiness Times.

Kini Surya tampaknya telah rnengurangi geraknya arah ke utara dan ke selatan, rnemperluas daerah kutub-kutub dan memperpendek waktu musim, tetapi yang perlu diketahui juga ialah bahwa dengan itu bencana alam yang ditimbulkan oleh pembesaran radiasi Surya menjadi semakin banyak, melebihi kejadian pada abad-abad yang lampau.

Bukti lain yang dapat disajikan di sini bagi zig-zag lenggang Bumi hingga terwujudnya pergantian musim ialah gerak edaran Sunspots atau bintik-bintik di permukaan Surya, semuanya bergerak arah ke selatan dan ke utara sembari beredar keliling Surya sesuai dengan gerak orbit planet-planet dalam Tatasurya kita.
Kita mengetahui bahwa antara planet-planet dan Surya berlaku saling bertarikan, begitu pula antara Bulan dengan Bumi. Jika yang terakhir ini menimbulkan pasang naik dan surut di lautan, maka hubungan planet-planet dengan Surya menimbulkan bintik-bintik atau Sunspots yaitu bagian-bagian permukaan Surya yang melambung tinggi hingga puncak apinya agak meredup dan tampaknya agak gelap.

Jadi dengan gerak edaran Sunspots demikian dapatlah diketahui aktifitas radiasi Surya yang sampai ke Bumi di mana perubahan cuaca berlaku atau mungkin pula gempa dari letusan gunung. Dan dengan itu juga jelaslah bahwa Bumi bersama planet lain senantiasa melenggang dari garis ekliptik sewaktu mengorbit keliling Surya. Kalau misalnya Bumi dan planet-planet itu selalu dalam garis ekliptik maka Sunspots tadi tidak akan ikut melenggang tetapi akan selalu pula berada pada ekuator permukaan Surya.

Kemudian itu perhatikan pula daerah Umbra yang ditimbulkan gerhana Surya total yaitu daerah gelap sewaktu gerhana itu berlaku. Kalau benar pendapat Barat tentang posisi Bumi dalam orbit nya senantiasa dalam garis ekliptik, tentulah daerah Umbra itu berbentuk garis lurus dari barat ke timur, tetapi kenyataannya melengkung ke utara atau ke selatan sesuai dengan gerak lenggang Bumi ke selatan dan ke utara garis ekliptik tersebut.
Tentang ini para sarjana barat tidak mungkin memberikan keterangan tentang alasan dan penyebab, sebagaimana mereka juga tidak menerangkan kenapa Bulan yang mengorbit keliling Bumi tidak selalu tepat di atas garis ekuator Bumi, tetapi terdorong ke utara dan ke selatan. Kalau Bumi dikatakan mengorbit selalu dalam garis-garis ekliptik tentulah juga Bulan selalu berada di atas garis ekuator keliling Bumi.

Mengenai gerhana Surya penuh, The Book of PopuIar Science jilid 3 halaman 130 menerangkan antara lain maksudnya, bahwa:

a. Jarak Bulan dan Bumi rata-rata 239.000 mil, paling dekat 221.500 mil ketika mana dapat berlaku gerhana penuh, dan paling jauh 252.000 mil.

b. Gerhana total menyebabkan adanya Umbra yaitu daerah gelap penuh, dan gerhana partial menyebabkan adanya Penumbra yaitu daerah agak gelap.

c. Gerhana total selalu dimulai dengan gerhana partial dan disudahi juga dengan gerhana partial.

d. Penumbra dan Umbra itu bergerak dari barat ke arab timur permukaan Bumi dengan kecepatan melebihi 1.000 mil perjam.

e. Umbra ada sekira 167 mil diameter dan bergerak ke timur selama 7 ½ menit, didahului sekira 2.500 mil penumbra dan diakhiri dengan 2.500 mil penumbra.

Gerhana total hanya dapat berlaku pada waktu menjelang hilal Bulan atau pada tanggal 1 hari bulan Qamaniah. Berdasarkan alinea a dan f di atas ini dapatlah diketahui bahwa Perihelion orbit Bulan berlaku pada setiap tanggal 1 hari bulan Qamariah , waktu mana Surya, Bulan. dan Bumi berada dalam satu guris lurus, tetapi karena Bulan dan Bumi terdorong ke utara dan ke selatan sewaktu mengorbit, maka gerhana Surya tidak berlaku pada setiap tanggal 1bulan itu. Lenggang Bumi tersebut dapat dibuktikan dari gambar daerah yang dilalui Umbra yang tidak dibicarakan dalam The Book of Popular Science tentang alasan dan penyebabnya:

Terdapat empat kali gerhana Surya total yang berlaku pada tanggal dari tahun yang berbeda. Keempatnya tampak membentuk jalur gelap dan barat arah ke timur dan kemudian membelok ke utara atau ke selatan. Keadaan pembelokan demikian harus mempunyai alasan dan salah satu cara untuk mendapatkannya hanyalah dengan menganalisa Ayat Suci Alquran.

Kita sudah mengetahui babwa mulai tanggal 22 Desember setiap tahun, Surya tampak bergerak ke arah utara, Padahal yang kejadian ialah Bumi kita sendiri yang bergerak arah ke selatan. lngatlah, Surya adalah pusat orbit yang dikitari oleh sepuluh planet termasuk Bumi ini. Demikian pula mulai tanggal 21 Juni Surya tampak bergerak arah ke selatan, padahal Bumi kita yang bergerak ke utara.

Maka gerhana total yang berlaku pada tanggal 10 Juli 1972 dan tanggal 31 Juli 1981 ternyata membuat lajur Umbra yang melengkung ke selatan. Yang demikian berarti bahwa waktu itu Bumi sedang bengerak ke arah utara hingga bayangan Bulan tampak membelok ke selatan. Demikian pula yang berlaku pada tanggal 7 Maret 1970 dan 26 Maret 1979. Ketika itu Bumi sedang bergerak ke arah selatan maka bayangan Bulan tampak membelok ke utara.

Hal begitu tentulah menjadi masalah besar bagi ilmu astronomi, tetapi The Book of Popular Science tidak memperbincangkannya, tentang mana kita merasa bahwa penulisnya kelupaan atau belum mempunyai bahan analisa berdasarkan teori tentang orbit Bumi yang dianut . Namun jalur Umbra gerhana total tersebut adalah satu di antara sekian banyak bukti yang menerangkan bumi terdorong ke selatan dan ke utara garis ekliptik dalam orbitnya kini. Demikian pula yang berlaku pada planet-planet lain dalam daerah tatasurya kita.
Jika digambarkan Surya sebagai suatu titik segitiga dan kutub magnet selatan dan utara Bumi menjadi dua sudut lainnya, maka terbentuklah segitiga samakaki yang selamanya berlaku dalam tarik-menarik antara Surya dengan bumi. Hubungan yang berbentuk segitiga samakaki tersebut tetap berlaku walaupun Bumi terdorong ke selatan dan ke utara garis ekliptik.

Keadaannya sebagai berikut:

Sebelumn topan besar di zaman Nuh, semua planet mengorbit keliling Surya senantiasa berada dalam garis ekliptik. Sesudah tofan besar itu berlakulah gerak zigzag planet-planet dalam orbitnya hingga setiapnya keluar dan garis ekliptik ke arah selatan dan utara.

Sewaktu Bumi terdorong ke utara, namun kutub-kutub magnet Bumi tetap membentuk segitiga samakaki dengan Surya, begitu pula kebetulan berada di selatan garis ekliptik seperti yang berlaku pada planet Mars. Maka perubahan tempat kutub-kutub magnet yang senantiasa berpindah tempat menurut keadaan kini telah sama diakui oleh para Sarjana Barat.
Memang kutub-kutub magnet itu hanya berada tepat pada kutub putaran Bumi yaitu pada tanggal 21 Maret dan 22 September waktu mana Bumi tepat pula pada guris ekliptik. Selain pada kedua tanggal itu, tercatatlah posisi kutub-kutub magnet Bumi berpindah tempat maksimal 10 derajat atau lebih kurang 1.100 km dari kutub putaran, dan waktu itu tercatatlah tanggal 21 juni yaitu ketika Bumi berada maksimal di selatan ekliptik dan tanggal 22 Desember ketika Bumi maksimal di utara ekliptik. Inilah yang dimaksud dalam Ayat 16/48, 71/19 dan Ayat 71/20.

Hubungan tarik menarik itu menimbulkan Sunspots yang juga beredar keliling permukaan Surya pada arah bersamaan dengan gerak planet-planet bahkan mengikuti zigzag orbit planet-planet itu sendiri. Demikianlah banyak sekali catatan yang kita temui tentang Sunspots dengan geraknya yang zigzag tersebut disiarkan oleh para sarjana Barat, perbedaannya ialah bahwa mereka menghitungnya ada 100, sedangkan Ayat 69/32 menyatakan hanya 70 buah.

Jika orang sudi memperhatikan posisi Sunspots, akan diketahuilah bahwa masing-masingnya memberi petunjuk tentang posisi planet yang menimbulkannya keliling Surya. Karena itu setiap Sunspots itu memperlihatkan aktivitas tinggi yang menurut catatan rata-rata 10.000 dan ada yang sampai sejuta kali kegiatan daerah lainnya di permukaan Surya.

Semisal Mercury atau Venus berada pada titik Konsentrasi (K) maka planet itu tepat berada di atas suatu Sunspots, maka ketika itu berlakulah bencana alam di permukaan planet tersebut. Demikian pula Mars sendiri sewaktu kebetulan berada pada titik Konsentrasi Jupiter atau Saturnus maka kenyataannya memang Mars adalah suatu planet yang paling parah karena mengorbit di bawah dua planet besar, dan kebetulan tepat pada jangkauan Konsentrasi keduanya.

Bumi sendiri walaupun tidak berada pada jangkauan suatu Konsentrasi planet lain, namun ada tujuh planet yang mengorbit di atas garis edarnya. Pada waktu-waktu tertentu masing-masing transit tepat, tetapi banyak sedikitnya ikut juga mengganggu keadaan Bumi. Yang demikian berlaku tujuh kali dalam setahun.
Semisal suatu planet luar tepat mengadakan transit di atas Bumi terhadap Surya, maka waktu itu radiasi yang harus sampai kepada planet tersebut menjamah Bumi. Apakah radiasi itu berbentuk magnet negatif ataupun positif, namun Bumi mendapat kelebihan dan ini menimbulkan bencana alam, apalagi jika planet itu kebetulan pula berada di dekat Perihelion orbitnya waktu mana tanik-menanik dengan Surya besar sekali.

Sebagai contoh misalnya Jupiter mengadakan transit di atas Bumi. Kita mengetahui bahwa besar planet itu 318 kali besar Bumi. Semisalnya waktu itu 2 hagian saja dan radiasi yang harus sampai ke Jupiter sempat menjamah Bumi, maka tenaga Surya yang menimpa Bumi menjadi tiga kati lipat yaitu 3 x 600 trillion ton menurut perhitungan orang Barat.
Ingatlah bahwa Bumi ini diperkirakan orang seberat 600 trillion ton senantiaasa mengorbit keliling Surya. Hal ini berarti bahwa daya tarik Surya sebanyak itu menahan Bumi hingga planet ini tetap stabil dalam orbitnya. Maka kita dapat mengira apa yang mungkin terjadi jika tenaga Surya itu ditambab dengan 1.200 trillion ton lagi.

Pada umumnya ketujuh planet luar itulah yang menimbulkan bencana alam di muka Bumi, baik berupa gelombang pasang, gelombang panas, ledakan besar, letusan gunung, gempa, tornado, hurricane atau sebagainya. Perbedaan akibat yang ditimbulkannya itu disebabkan oleh besar kecil kelebihan radiasi dan Surya begitupun positif atau negatifnya magnet yang menjamah Bumi waktu itu.
Hendaklah diketahui bahwa yang datang dari Surya itu bukanlah elektron atau proton dan bukan pula neutron, tetapi magnet dan sinar yang bukan partikel atom, tetapi keduanya dapat mempengaruhi atom dan partikelnya. Yang menjadi bencana alam ialah kelebihan magnet dan Surya. Jadi persoalan bencana alam adalah masalah magnetism dan electricity yang pada waktu-waktu tertentu berlebihan menimpa bumi yang di dalamnya magma selalu panas karena dijadikan media oleh kedua pengaruh tadi begitupun dikelilingi troposfir yang sangat rawan bagi badai magnet.

Bencana alam demikian tidak pernah menimpa manusia sebelum topan besar di zaman Nuh, karena waktu itu semua planet senantiasa mengorbit keliling Surya pada guris ekliptik, dan penduduk hanya bermukim di belahan kutub utara Bumi. Kalau bencana terjadi juga maka dia hanya menimpa daerah ekuator yang tidak didiami orang.
Tetapi kini kutub-kutub Bumi telah berpindah ke tempat baru, dan planet-planet mengorbit zigzag keluar dari ekliptik, sementara itu penduduk mendiami hampir semua pelosok daratan Bumi, karenanya praktislah bencana alam ini berlaku di sana-sini . Namun dia masih mengandung nilai konstruktif di samping destruktif.


1. Pada bulan Zulhijjah dan Muharram , Bumi berada di dekat Perihellon orbitnya, waktu itu Surya lebih dekat dan otomatis radiasinya membesar terhadap Bumi.

2. Sekali dalam 400 hari, Jupiter lewat di atas Bumi. Ketika itu sedikit banyaknya mendapat pembesaran radiasi dari Surya.

3. Sekali dalam 380 hari, Saturnus lewat di atas Bumi yang tentunya mengalami badai magnet dari Surya.

4. Sekali dalam 370 hari, Muntaha melintas di atas Bumi yang pasti mengalami perubahan cuaca.

5. Sekali dalam 11 tahun 130 hari, Bumi berada di bawah Jupiter yang sedang bergerak di titik Perihelion orbitnya.

6. Sekali dalam 81 tabun, Bumi mengalami dubble transit dari Jupiter dan Saturnus, ketika mana praktis berlaku bencana besar pada suatu daerah permukaan planet ini.

7. Dan alangkah hebatnya bencana yang dialami jika beberapa planet luar itu kebetulan berada setantang terhadap Surya waktu mana Bumi berada di tengahnya.
Sangat banyak bencana tersedia dalam kehidupan kini, semuanya disusun ALLAH dengan perencanaan pada mana terkandung siksaan dan ujian, sebaliknya juga dapat menjadi bahan peningkatan bagi kemajuan peradaban yang seharusnya benar-benar dapat difahami, sebagaimana surya menjadi bahan kehidupan pokok bagi semua makhluk di bumi, demikian pula dia menjadi sumber bencana di dunia kini dan berfungsi neraka di akhirat nanti.

Pembesaran radiasi dari surya secara terang menimbulkan letusan gerapi begitupun gempa yang merusak karena perantukan magnet positif dan negatif dalam perut bumi, sebelumnya tentulah ditandai dengan perubahan cuaca di atmosfir di atas daerah tertentu. Maka yang jadi pertanyaan:

Apakah yang menimbulkan ledakan besar dan gelombang panas, dan apa pula yang menimbulkan badai dan hurricane?

Kedua macam pertanyaan ini haruslah dijawab dengan perhitungan tepat berdasarkan jumlah pembesaran radiasi dari surya tentang mana dibutuhkan para ahli dengan segala alatnya yang modern, tetapi kita cenderung pada pendapat bahwa perbedaan jumlah unsur magnet yang menimpa, menimbulkan akibat yang juga berbeda. Maka bencana yang satu desebabakan oleh pembesaran radiasi surya yang bermagnet positif, sedangkan yang lainnya ditimbulkan oleh yang negatif.

Sekiranya orang dapat membenarkan pendapat kita tentang sirkulasi magnet, maka akan mudahlah baginya memahami kenapa ada dua macam bencana di atmosfir bumi:

J dimisalkan Jupiter suatu planet besar mengorbit keliling surya diatas bumi. Pada suatu waktu bumi kita mungkin dijamah oleh radiasi bermagnet positif yang harus sampai ke Jupiter dari surya seperti pada B.1. ketika itu berlakulah gelombang panas atau ledakan besar sebagaimana pernah berlaku di Sodom dan Gomonah memusnahkan kaum lesbian dan homoseks, di Saudi Arabia memusnahkan pasukan bergajah, dan di Tunguskha Siberia tanggal 30 Juni 1908 untuk jadi peringatan bagi peradaban kini. Waktu itu magnet positif dari Surya secara paksa membombardir molekul-molekul udara yang sudah stabil, karenanya terjadilah akibat dahsyat.

Mungkin pula Bumi kita dijamah oleh radiasi bermagnet negatif yang harus sampai ke Jupiter seperti pada B.2. Ketika itu berlakulah badai atau hurricane di atmosfir yang mulanya stabil. Bencana ini biasa berlaku di Pasifik Barat karena di daerah itu radiasi dan Surya harus cepat berbelok ke selatan sebelum Bumi dalam putarannya menghadapkan Saudi Arabia yang jadi kutub negatif dulukala. Tetapi lebih hebat lagi bencana ini menimpa Atlantik Barat karena di daerah ini radiasi dari Surya haruis segera membelok ke selatan sebelum Bumi dalam putarannya menghadapkan kepulauan Tuamoto yang jadi kutub positif purbakala.

Berbagai catatan tentang kejadian sangat menyedihkan telah kita miliki. Sungguh besar kerugian harta benda dan kematian yang ditimbulkan oleh badai di Atlantik Barat ini hingga The National Hurricane Centre dalam lingkungan ESSA (Environmental Science Services Administration) di Amerika Serikat jadi kewalahan.
Dari mulai tahun 1962 ESSA memakai beratus orang spesialis untuk mengawasi daerah seluas 380.000 mil Berbagai alat termasuk radar, satelit, komputer dan angkatan udara telah dipergunakan untuk mengatasi badai itu, dan pernah dilakukan bombardemen dan atas pusaran hurricane dengan es kering berupa kristal dan silver iodide, namun segala usaha itu tampaknya tidak berguna, sementara bencana senantiasa
menimpa setiap tahun.

Orang hendaknya tidak mencari di mana adanya hurricane lalu memusnahkannya karena yang demikian sama dengan menantang air bah yang berulang, tetapi hendaklah mencari sebah musabab timbulnya bencana itu dan kemudian menjadikannya tidak berbahaya sembari memfaedahkannya untuk kehidupan masyarakat.
Orang hendaklah mengalirkan hurricane itu kepada suatu yang menguntungkan. Caranya ialah dengan memahami sirkulasi magnet antara Surya dan Bumi yang dulunya berkutub putaran di Makkah dan Tuamoto, kemudian mempermudah aliran magnet itu dengan saluran buatan sebagaimana kita kemukakan pada halaman-halaman di muka atau dengan teknik lainnya.

Semua yang di atas ini adalah hal-hal yang terjadi pada susunan benda angkasa di mana Rawasia memegang peranan penting, bahwa kutub-kutub Bumi telah berpindah tempat di zaman Nabi Nuh sebagaimana juga berlaku di planet-planet lain pada mana terdapat hal-hal destruktif, namun nilainya yang konstruktif nyata lebih besar.

(ams, disarikan dari http://forum.kompas.com/showthread.php?23918-Teori-Baru-Tentang-Terjadinya-GEMPA)- DpTanjung

Jumat, 21 Oktober 2011

Menjaga Warisan Bung Syahrir

Namanya Koto Gadang, terletak di wilayah Kecamatan Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Koto Gadang berarti kota gede. Ada kesamaan yang istimewa dengan Kotagede di Yogyakarta. Dua kawasan ini sama-sama merupakan kawasan budaya yang menyimpan sejarah.
Pusaka sejarah itu adalah rumah-rumah tradisional dengan berbagai corak arsitektur. Sebagaimana di Kotagede, di Koto Gadang warganya pun memiliki industri rumah tangga perhiasan perak.

rumah-sutan-syahrir

Pendeknya, sebagaimana Kotagede, Koto Gadang adalah saujana budaya masa silam yang sampai kini praktis masih terjaga. Di situlah tempat Sutan Sjahrir dilahirkan (5 Maret 1909-9 April 1966) dan hidup pada masa kanak-kanaknya. Salah seorang tetua suku Sikumbang, Datuk Narayau Asraful Nazmi, yang merupakan kerabat jauh Sutan Sjahrir, mengatakan, di rumah itulah Sjahrir dibesarkan saudara perempuan ayahnya. Adapun ayahnya yang bernama Moh Rasyad dengan gelar Maharajo Sutan Jaksa Medan tinggal di lingkungan Sikumbang Sariak, Nagari Koto Gadang, yang berjarak sekitar 300 meter dari rumah tempat Sjahrir tinggal kala itu.
Kata Datuk Narayau, ayah Sjahrir yang berasal dari Padang Panjang, Sumbar, tinggal di rumah itu bersama dengan ibu tiri Sjahrir bernama Kamsin, sedangkan ibu kandung Sjahrir, Siti Rabiah, berasal dari Natal, (Kabupaten Mandailing Natal), Tapanuli, Sumatera Utara.
Berdasarkan buku Natal: Ranah Nan Data tulisan Puti Balkis Alisjahbana terbitan Dian Rakyat pada 1996, Sjahrir punya enam saudara sekandung. Sjahrir yang merupakan anak kedua pasangan Siti Rabiah-Moh Rasyad dengan gelar Maharajo Sutan Jaksa Medan punya kakak bernama Siti Sjahrizad dan Sutan Nuralamsjah. Selain itu, ia juga punya adik- adik, yakni Sutan Sjahsam, Mahruzar, Daharsjah, dan Ismail. Sjahrir masih merupakan adik tiri Rohana Kudus, jurnalis perempuan Minang pertama yang kemudian tercatat dalam tinta sejarah bangsa sebagai pembaru kaum perempuan pada zamannya.

Dirawat

Meskipun masih berdiri, rumah Sjahrir—Perdana Menteri pertama di Indonesia—ini memang sudah keropos di sana-sini. Rumah panggung terbuat dari papan itu butuh renovasi sebelum akhirnya roboh. ”Saya sendiri sudah kesulitan untuk mengurus surat-surat rumah itu,” kata Ny Upik Sjahrir, salah satu anak Sutan Sjahrir yang kini tinggal di Jakarta. Rumah itu memang bukan rumah Sjahrir, tetapi rumah leluhur. Hal itu tampaknya yang membuat Upik kesulitan melacak surat rumah tersebut.
Karena itu, bagi Upik sekarang, kalau mengunjungi rumah itu, tak lebih sebagai tamu. ”Saya datang ke sana, ya, hanya bisa melihat-lihat saja, sambil berpesan pada yang menempati agar dirawat baik.” Artinya, Upik tak bisa begitu saja menguasai rumah itu meskipun foto-foto Sutan Sjahrir ketika masih muda banyak terpajang di ruang tamu di rumah itu.
Bahkan, ada dua kamar yang terkunci rapat, yang konon di dalamnya berisi barang-barang dan buku-buku milik Sutan Sjahrir. ”Kuncinya di mana sekarang, saya enggak tahu. Saya mengintip juga enggak kelihatan karena pintu terkunci,” kata Supriyadi (36) yang sudah enam bulan mendiami rumah itu. Dia menempati rumah itu atas perintah dari Datuk Narayau. ”Sudah berganti-ganti keluarga yang menempati rumah ini, semuanya, ya, hanya bertugas menunggu,” kata Supriyadi.
Sebagai rumah pusaka atau orang setempat menyebut rumah adat, rumah Sjahrir adalah satu dari 360 rumah lainnya dari Koto Gadang yang selalu dijaga pelestariannya. Rumah- rumah itu umumnya berbentuk panggung yang terbuat dari kayu meranti dan borneo dengan kualitas terjaga. Ruangannya, antara lain, beranda untuk menerima tamu, ruang tengah untuk keluarga, dan sejumlah bilik ruang makan, dapur, dan kamar mandi.
Rumah-rumah adat atau rumah gadang yang sebagian merupakan bagian dari harta pusaka beberapa keluarga atau kaum di wilayah Kanagarian Koto Gadang, hampir semuanya memang ditinggal pemiliknya. Hampir semua rumah antik ini terkunci rapat. Ada yang dijaga seorang warga setempat, tetapi umumnya mereka menempati paviliun yang letaknya berada di belakang rumah induk.
Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Nagari Koto Gadang Hajjah Heratina Mahzar mengatakan, Koto Gadang baru ramai setidaknya dua musim dalam setahun. Pertama, pada musim Tagak Datuak (pengangkatan atau penganugerahan gelar adat) setiap bulan Juli dan saat hari raya Idul Fitri. Di luar dua musim itu, Koto Gadang yang berhawa sejuk dan dihiasi pemandangan nan indah seperti lukisan tanpa bingkai kembali senyap. Terkunci, atau didiami orang-orang yang bahkan tidak terhitung sebagai kerabat dekat.
Heratina mengatakan, dirinya beserta anggota Badan Permusyawaratan Nagari Koto Gadang sangat konsen untuk menjaga dan merehabilitasi rumah-rumah adat di wilayahnya. Rumah gadang yang sempat didiami Sutan Sjahrir telah diperbaiki bagian terasnya, setelah dilanda gempa bumi di Kabupaten Tanah Datar dan Bukittinggi pada tahun 2007.
Menurut Heratina, selama ini biaya perawatan atau perbaikan rumah kuno dan khas ini diambil dari hasil garapan lahan sawah yang jadi harta pusaka keluarga dan dana sumbangan dari para penduduk Koto Gadang yang jadi perantau dan mengirimkan uang. ”Kami tidak mau terbeli dengan dana pemerintah, jangan-jangan malah kami terusir dari rumah kami.”
Sebagaimana disebut Heratina dan juga Datuk Narayau, jiwa perantau yang mendaging dalam warga Koto Gadang, menunjukkan jiwa yang tidak ingin berkonfrontasi, tetapi lebih mengutamakan taktik pemikiran. Kenyataan ini yang kemudian disalahpahami oleh orang lain sehingga muncul anggapan orang Koto Gadang berkooperatif dengan Belanda. Memang ada cerita orang yang bekerja sebagai jongos orang Belanda, tetapi ternyata mereka lebih belajar untuk mandiri.
Namun, orang bisa melihat, apakah orang-orang seperti Sutan Sjahrir dan juga Haji Agus Salim, Rohana Kudus, serta Emil Salim, yang lahir dari kawasan ini, diragukan nasionalismenya? Tampaknya, inilah yang hendak dijaga Heratina dan warga Koto Gadang.
Dalam Karawang-Bekasi, salah satu sajak Chairil Anwar, tersurat kata:
Kenang, kenanglah kami/Teruskan, teruskan jiwa kami/Menjaga Bung Karno/menjaga Bung Hatta/menjaga Bung Sjahrir….
Rasanya, menjaga kehidupan Sjahrir tak hanya mengenang kehadiran putra bangsa pengukir sejarah Indonesia itu, tetapi juga menjaga kampung halamannya yang sarat dengan karya budaya.


Disadur : Dp_tj

Sejarah Sumatera Barat Dari Masa Ke Masa

Peran Sumatera Barat

Semua orang di Indonesia mengetahui bahwa nama Sumatera Barat merupakan euphemisme dari alam Minangkabau. Suku mayoritas di Sumatera Barat yang bangga akan adat istiadatnya, berpikiran maju, pemeluk islam yang taat dengan sistem sosial yang berbeda dengan daerah lain.
Provinsi Sumatera Barat ini memiliki posisi yang unik dan penting terutama dalam terbentuknya Kebangsaan Indonesia, karena itu tidaklah salah menyebut bahwa Sumatera Barat adalah provinsi yang paling berpengaruh di Sumatera. Orang minang yang mengisi 90 persen dari penduduk Sumatera Barat memberikan kontribusi yang tidak sedikit pada pembentukan semangat kebangsaan Indonesia dan kepemimpinan semasa kemerdekaan Indonesia, terima kasih kepada iklim intelektualitas dan kesadaran sosial masyarakat Minang ini.
Politik Devide et Impera yang sukses dilakukan Belanda pada daerah lain tidak pernah berhasil dilaksanakan di Sumatera Barat atau di tanah Minangkabau ini. Belanda pernah menawarkan otonomi khusus bagi Sumatera Barat tetapi di tolak oleh masyarakat Minang.


Mengapa Sumatera Barat

Tidaklah jelas alasan dari Pemerintah Indonesia menamakan salah satu provinsi yang terletak di pulau Sumatera sebagai Sumatera Barat. Meskipun hanya bersifat administratif, penamaan kebanyakan provinsi di pulau Sumatera ini agak membingungkan.
Provinsi Sumatera Utara yang terletak diujung utara Sumatera termasuk Medan, wilayah Batak dan Nias tetapi tidak termasuk wilayah paling utara pulau Sumatera yaitu Aceh. Hal yang sama terjadi dengan Sumatera Selatan tetapi tidak termasuk wilayah paling selatan Sumatera yaitu Lampung. Tidak ada provinsi Sumatera Timur, walau Riau dan Jambi bisa dikategorikan terletak diwilayah timur Sumatera. Dan Sumatera Barat sebenar mulai dari agak keselatan Sumatera hingga bagian timur Sumatera Utara.
Dua ratus tahun yang lalu, William Marsden menggambarkan letak pulau Sumatera yang membingungkan. Kebingungan yang mendasar adalah orientasi dari pulau Sumatera itu sendiri. Karena posisi Sumatera membentuk sudut persis 45 derajat dengan sumbu tegak, ahli geografi tidak pernah bisa menetapkan apakah pulau Sumatera membentang dari Timur ke Barat atau Utara ke Selatan. Maka pantai yang bersentuhan dengan Samudera Hindia kadang di sebut pantai selatan dan kadang disebut pantai barat Sumatera.
Pada tahun 1950 diadakan pembahasan ulang mengenai ketepatan letak pulau Sumatera dan ditetapkan bahwa pulau Sumatera membentang dari Utara ke Selatan. Selain itu juga karena pemerintah pusat tidak menginginkan adanya kesetiaan terhadap rasa kedaerahan maka dibuatlah pembagian propinsi berdasarkan orientasi ini, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat dan lain-lain. Tetapi Aceh menolak bersatu dengan Batak dalam wilayah Sumatera Utara dan membujuk pemerintah pusat untuk memberikan provinsi khusus bagi mereka.


Sekilas kerajaan di Sumatera Barat

Marsden dalam History of Sumatera yang diterbitkan tahun 1811, menyebutkan bahwa Sultan Turki dan Kaisar China menyapa Raja Minangkabau ini sebagai “Saudara” dan cap kenegaraan dari kedua Kekaisaran ini selalu menyertai cap kerajaan Minangkabau di kiri kanannya pada setiap surat yang dikeluarkan.
Marsden menggambarkan Raja-raja Minangkabau di Sumatera Barat – pada abad 18 tiga orang raja selalu memerintah pada saat yang bersamaan – mengalami masa kejayaan dengan gelar kemuliaan dari raja sebagai wakil Tuhan, Sultan dari sungai emas dan Tuan bagi air dan awan. Raja juga memiliki berbagai aset yang istimewa, seperti tambang emas, talisman yang indah termasuk “sebuah kerbau yang tanduknya terpisah selebar 12 kaki” dan “bunga champa biru yang hanya ada di Minangkabau karena di tempat lain bunga itu berwarna kuning”.
Pertambangan emas yang ada di Minangkabau membuat Sumatera khususnya daerah Sumatera Barat terkenal dengan sebutannya “suvarna-dwipa”. Tambang emas dan ladalah yang membuat Portugis pertama kali datang ke Sumatera Barat dan kemudian Belanda, tetapi hanya sampai di daerah pantai Sumatera Barat dan tidak bisa menaklukkan dataran tinggi Minangkabau.
Sebuah batu bertuliskan huruf Hindi yang berasal dari peradaban Hindu-Budha dari kerajaan Sriwijaya dan Melayu menceritakan bahwa “Sultan Sungai Emas” mengekspor emasnya kehilir melalui sungai Indragiri dan Siak yang mengalir dari tanah tinggi Sumatera Barat ke pantai barat Sumatera. Disebut pula bahwa orang Minang yang pertama kali menempati jantung kerajaan Sriwijaya di sekitar Palembang. Kerajaan Minangkabau yang kaya dengan emas merupakan pendukung dari Kerajaan Sriwijaya abad ke 7 pada masa kejayaan agama Budha.


Cetak Biru Raffles terhadap Minang

Perang Waterloo membuat Inggris harus menyerahkan provinsi Jawa ke Belanda tahun 1817, pada waktu itu Nusantara masih dibagi menjadi 4 provinsi, yaitu: Provinsi Sumatera Barat, Malaka, Maluku dan Jawa. Dari Jawa, Raffles berangkat menuju Sumatera dan membangun rumah di Bengkulu sekitar 200 kilometer dari Kota Padang. Dia mulai merencanakan membangun kembali kekuasaannya.
Yang membawa Raffles menjelajahi Sumatera Barat ini bukanlah keingintahuan, bukan pula penemuan geografik atau emas, tetapi motif politik praktis. Raffles melihat bahwa pengaruh kerajaan Minangkabau masih diakui diseluruh Sumatera dan dengan dukungan dari Inggris, Raffles percaya bahwa Kerajaan Minangkabau ini dapat kembali berkuasa dan menjadi cikal bakal serikat dagang baru dengan Inggris serta mempersatukan Kerajaan Minangkabau dan “Negara” Melayu.
Raffles ingin suku Minang di Sumatera Barat ini kembali memerintah Sumatera. Raffles ingin menggunakan Kerajaan Minangkabau sebagai kekuatan yang dapat digunakan oleh Inggris guna menahan pengaruh Belanda.
Raffles datang dengan keinginan menyelusuri misteri dataran tinggi Sumatera Barat. Raflles sangat terkesan dengan garis darah keturunan Minangkabau seperti yang di ceritakan oleh Marsden. Perhatian Raffles juga tertarik pada kesamaan Minangkabau dengan apa yang disebutnya “bangsa Malayu”. Marsden sudah memperkirakan kaitan antara Minang dan pesisir Malaysia yaitu bahasa Minang hampir serupa dengan Malayu, sama-sama penganut Islam yang taat dan banyak pemimpin Malayu menelusuri garis keturunannya sebagai orang Minang.
Waktu sangat singkat dan Belanda mungkin akan datang dalam waktu dekat. Raffles segera berlayar ke Padang dan langsung menuju Bukit Tinggi, jantung wilayah Minang di Sumatera Barat. Raffles melakukan perjanjian dengan penguasa Minang saat itu. Pagaruyung menyetujui perjanjian tersebut dengan syarat bahwa kekuasaan Minangkabau tetap ada di wilayah Sumatera.


Gerakan Paderi di Sumatera Barat

Pada tahun 1818, Rafless kembali lagi ke Sumatera Barat dan pulang dengan kekecewaan karena tidak ada istana. Tuan Gadis sudah digantikan, kerajaannya sudah berganti perkebunan. Terjadi perang antara kaum adat dan ulama yang dipimpin oleh Imam Bonjol. Raffles menamakannya Padri (dari kata portugis misionaris padre) atau orang putih.
Setelah kembali ke Sumatera Barat dari menunaikan haji, Imam Bonjol dan beberapa ulama lainnya bermaksud melenyapkan adat yang tidak sesuai dengan agama Islam seperti adu ayam, mengunyah sirih, merokok dan minum tuak, dengan kekerasan bila terpaksa. Program ambisius itu ditentang oleh orang Minang, karena walau penganut Islam, mereka sangat bangga dengan adatnya. Hampir seluruh anggota kerajaan Pagaruyung terbunuh pada tahun 1815 hingga 1818.
Setahun kemudian Raffles mempunyai blue print politik baru dengan pulau yang dekat Sumatera yaitu “Singapura”. Belanda akhirnya datang ke Sumatera Barat atas undangan kaum adat untuk memerangi kaum paderi. Setelah 17 tahun, akhirnya Imam Bonjol tertangkap dan hidup hingga usia 92 tahun di pembuangan.
Ditanah kelahirannya, Paderi dari Islam Ortodoks ini bergabung dengan masyarakat Minang yang anti penjajahan menjadi karakter “Orang Minang” hingga sekarang. Sejak Marsden datang ke Sumatera Barat, Minangkabau telah dikenal sebagai Pusat resmi agama Islam di Timur kedua setelah Mekkah dan menjadi tempat belajar agama Islam.


Masa awal kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1920 lahir pergerakan Muhammadiyah di Sumatera Barat yang bergerak di bidang pendidikan dan kesejahteraan sosial. Muhammadiyah mendapat dukungan dari orang Minang hingga berkembang sangat pesat menjadi kekuatan besar. Dengan semangat menentang penjajahan, Islam ortodoks dan berpendidikan tinggi yang melekat pada orang Minang membuat kepemimpinan orang Minang dalam kemerdekaan Indonesia diterima.
Tiga dari empat orang yang biasa disebut pelopor kemerdekaan Indonesia yaitu: Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir dan Amir Syarifuddin adalah orang Minang. Belanda malah menyebutkan Pemerintah Indonesia yang bermarkas di Yogyakarta sebagai Pemerintahan Minangkabau dan ketika Yogyakarta diduduki Belanda, Kota Bukit Tinggi di Sumatera Barat menjadi Ibu kota sementara Republik Indonesia yang gagal diduduki Belanda sampai tahun 1948.
Seperti yang disebut diatas apabila Politik Devide et Impera berhasil diterapkan di Sumatera Barat sudah pasti akan mematahkan perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Akhirnya perjuangan tanpa lelah Hatta di Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 berhasil mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Belanda dan dunia internasional.



Reference:
John Keay, Indonesia from Sabang to Merauke, Boxtree-London, 1995:79-94.
Bastin, John, Inggris di Sumatera Barat 1682-1825, Kuala Lumpur, 1965
Marsden, William, History of Sumatera, London 1783
Rusli Amran, Sumatera Barat hingga Plakat Panjang, halaman 283, gambar 25, 1981, Cetakan Pertama, Penerbit Sinar Harapan.
Rusli Amran, Sumatera Barat Plakat Panjang, 1985, Cetakan Pertama, Penerbit Sinar Harapan.

Copy Of : Dp_tj

Kota Padang Kota Metropolis Terbesar Di Nusantara Pada Abad 18

Sejarah berdirinya Kota Padang

Terdapat 2 buah versi mengenai sejarah berdirinya kota Padang, yaitu: versi Tambo dan versi Hofman seorang opperkoopman di Padang pada tahun 1710 dan juga pengarang mengenai adat dan sejarah Minangkabau (terutama adat matrilineal). Opperkoopman sebutan pada wakil Belanda untuk suatu daerah yang belum ditaklukkan Belanda. Kota Padang belum ditaklukkan saat itu sedangkan untuk daerah jajahan Belanda seperti Ambon, Banda, Ternate dan Jawa penguasanya dinamakan Gubernur.
Kota Padang menurut Hofman, dinamakan Padang karena dulu merupakan lapangan besar dan luas yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi.
Pada awalnya tempat bermukim para penangkap ikan, pedagang dan petani garam yang dikepalai oleh seorang makhudun. Orang kedua yang menjadi kepala adalah dari golongan agama dari Passai yang bergelar Sangguno Dirajo.
Suatu saat terjadi peperangan antara orang padang dengan orang pegunungan dari XIII-Koto karena terbunuhnya Serpajaya oleh anak buah makhudun yang bernama Campang Cina. Dalam serbuannya yang pertama orang-orang dari XIII-Koto dapat dikalahkan dengan korban sebanyak 30 orang.
Karena takut akan serangan besar berikutnya, orang Padang mengirim utusan untuk berdamai yang bernama Datuk Bandaro Pagagar bersama wakil rakyat kota Padang. Ganti rugi yang diminta orang XIII-Koto adalah emas. Orang Padang keberatan dengan ganti rugi ini karena terlalu mahal dan mereka kebanyakan adalah nelayan.
Oleh karena itu ditawarkan separuh kota Padang dan bersumpah setia untuk tunduk kepada XIII-Koto, sejak saat itu orang XIII-Koto memiliki hak yang sama dengan orang Padang dan mendapat 4 dari 8 kursi penghulu di kota Padang.
Menurut versi Tambo, jauh sebelum orang pegunungan mendiami kota Padang sekarang, daerah itu merupakan hutan lebat yang masih didiami oleh manusia liar (urang rupit dan urang tirau).
Orang pertama yang turun ke Padang adalah dari Kubuang Tigo Baleh (Solok) yang dipimpin oleh Maharajo Besar suku Caniago Mandaliko dan memilih tinggal di Binuang dan kemudian menyebar diantara Muaro sampai Ikua Anduriang (Pauh IX).
Kelompok kedua yang datang adalah orang dari Siamek Baleh (antara Singkarak dan Solok) dan disusul dengan orang dari Kurai Banuampu (Agam). Mereka menetap dibagian timur daerah Maharajo Besar.
Diantara pemimpin yang baru datang ini adalah Datuk Paduko Amat dari suku Caniago Simagek, Datuk Saripado Marajo dari suku Caniago Mandaliko, Datuk Sangguno Dirajo dari suku Koto beserta saudaranya Datuk Patih Karsani. Konon Datuk Patih Karsani ditempat yang baru banyak mendapat benda berharga seperti porselen, pisau, meriam kecil dan sebuah pedang (padang). Maka menurut yang mempunyai cerita dinamakanlah kota itu Kota Padang.


Dibalik Hari Jadi Kota Padang

Tanggal 7 Agustus 1669 secara resmi dianggap sebagai hari jadi kota Padang yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Barat. Tahun 1669 dipakai sebagai hari jadi kota Padang karena pada tahun itu terjadi penyerangan besar-besar dari rakyat kota Pauh pada Belanda. Serangan kedua yang dilancarkan pada tahun 1670.
Tanggal 7 Agustus 1669, saat serangan pertama dijadikan sebagai hari jadi kota Padang karena tiga hal yaitu: Loji VOC dianggap simbol kekuasaan asing di Minangkabau, serangan itu semata-mata tidak hanya dilakukan oleh rakyat kota Pauh tetapi juga dibantu oleh sekelompok rakyat dalam kota Padang dan serangan tahun 1669 itu dilakukan setelah VOC resmi mengakui kedaulatan atas kota-kota yang diduduki Belanda sepanjang pantai Minangkabau dipegang oleh Yang Dipertuan di Pagaruyung sedangkan wakil VOC di kota Padang bertindak hanya sebagai pemerintah saja.
Selama serangan tanggal 7 Agustus malam tersebut, Belanda mengalami kerugian sebesar 20.000 gulden dan disebut seorang bernama Berbangso Rajo dari Minangkabau sebagai otak dari serangan tersebut.
Pada tahun 1906, Padang resmi ditetapkan oleh Belanda sebagai pemerintahan (gemeente) yang diketuai Residen. Setelah Proklamasi 1945, daerah ini sah berstatus kotapraja, kemudian meningkat menjadi Daerah Tingkat II (1965) dan oleh Pemerintah Indonesia Padang dijadikan ibukota provinsi Sumatera Barat berdasarkan UU. No. 5 tahun 1974.


Bangsa Asing di Kota Padang

Bangsa Belanda
Belanda telah datang ke pesisir pantai Sumatera Barat sejak abad 15 untuk mencari sumber emas dan lada karena Belanda enggan membeli dari Kerajaan Aceh maupun Kerajaan Johor yang menguasai perdagangan di selat Malaka.
Belanda umumnya singgah di Indrapura, Tiku, Pariaman dan Pasaman namun banyak kali gagal untuk membeli lada ataupun emas karena orang-orang Minang lebih senang menjualnya ke Kerajaan Aceh atau kepada pedagang Inggris.
Pada tahun 1660, Belanda pernah berkeinginan untuk memindahkan kantor perwakilan mereka dari Aceh ke Kota Padang dengan alasan lokasi dan udara yang lebih baik namun keinginan ini ditolak oleh penguasa kota Padang hingga akhirnya mereka berkantor di Salido.
Perjanjian Painan pada tahun 1663 yang diprakarsai oleh Groenewegen yang membuka pintu bagi Belanda untuk mendirikan loji di kota Padang, selain kantor perwakilan mereka di Tiku dan Pariaman. Dengan alasan keamaman kantor perwakilan di kota Padang dipindahkan ke pulau Cingkuk hingga pada tahun 1667 dipindahkan lagi ke kota Padang. Bangunan itu terbakar pada tahun 1669 dan dibangun kembali setahun kemudian.
Sejak perjanjian Painan, perdagangan lada di Kota Padang berangsur-angsur dikuasai Belanda apalagi sejak tahun 1666 dimana kekuasaan kerajaan Aceh di kota Padang yang sudah berlangsung sejak abad ke 16 secara resmi berakhir di Sumatera Barat karena diserbu Belanda selama 3 bulan maka Belanda praktis memonopoli semua perdagangan lada dan emas yang melalui kota Padang.
Pada bulan Agustus 1666, Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Verspreet yang terdiri dari 300 pasukan Belanda, 130 orang Bugis pimpinan Aru Palaka dan 100 orang Ambon dibawah Kapten Yonker berangkat dari Batavia ke kota Padang untuk memulai peperangan dengan Kerajaan Aceh. Perang yang dimulai tanggal 14 September 1666 dan berakhir tanggal 3 November 1666 berhasil mengusir orang-orang Aceh dengan bantuan sekitar 800 - 1000 orang kota Padang dibawah Orang Kayo Kecil atau Kaciak dari suku Massiang.
Bangsa Inggris
Tahun 1683, kapal Inggris (bukan dari East India Company) singgah ke kota Padang untuk membeli lada tetapi gagal. Pada bulan Februari 1686, kapal Inggris Royal James dengan 100 tentara datang ke Kota Padang . Namun sayang hampir semuanya meninggal karena penyakit.
Pada tahun 1793, Inggris mengambil alih kota Padang membuat benteng pertahanan di kota Padang. Inggris mengembalikan kota Padang ke Belanda pada tahun 1819 sebagai akibat dari Perang Napoleon.
Raffles datang ke kota Padang pada tahun 1818 dengan cita-citanya untuk membangun kembali Kerajaan Minangkabau.
Pada tahun 1867, lima buah kapal Inggris datang ke kota Padang untuk membeli lada namun penduduk lokal tidak mau menjual lada karena terikat perjanjian dengan Belanda.
Bangsa Perancis

Jauh sebelum Le Meme, Bajak Laut Perancis datang ke Padang, seorang laksamana Perancis bernama Montmorency pernah datang ke Sumatera Barat dan kemudian juga seorang laksamana d’Estaing. Mereka datang untuk menduduki bekas jajahan Inggris di pantai barat Sumatera seperti Tapanuli, Natal, Bengkulu, Padang dan kota kota kecil diselatan kota Padang. Hal ini terjadi sebagai akibat perang antara Inggris dan Perancis di anak benua India.


Koran Pertama Kota Padang

Sumatera Courant merupakan surat kabar pertama yang terbit di kota Padang, surat kabar ini berbahasa Belanda dan terbit seminggu sekali dengan kebanyakan berita berisi peristiwa lokal dan cerita. Tidak diketahui secara persis tahun penerbitan edisi pertamanya tetapi perusahaannya berdiri tahun 1859. Arsip tertua dari Sumatera Courant yang tersimpan di Perpustakaan Museum Nasional Jakarta bertahun 1863.
Tahun 1864 terbit sebuah surat kabar di kota Padang yang berbahasa Melayu dengan nama Bintang Timur yang hanya seumur jagung. Pemiliknya adalah seorang Belanda bernama Van Zadellhoft, pemilik toko buku di kota Padang. Bintang Timur memiliki Oplah 400 eksemplar dan terbit setiap hari Rabu jam 14.00 dan harus diambil sendiri oleh pelanggan kepercetakannya.
Pada tahun 1871 terbit sebuah surat kabar berbahasa Melayu kedua di kota Padang yang juga seumur jagung. Antara tahun 1870-an dan 1880-an surat kabar yang terbit mulai memasukan syair, pantun, cerita pendek, pelajaran bahasa Melayu dan semacam kamus bahasa kecil sebagai strategi marketing mereka. Strategi yang berhasil ini kemudian banyak ditiru daerah lain disekitar Sumatera Barat.
Pada tahun 1901, Datuk Sutan Marajo menerbitkan dan memimpin sendiri sebuah surat kabar yang diberinya nama Warta Berita yang merupakan surat kabar pertama di Indonesia.
Bacaan menarik lainnya mengenai Surat Kabar yang terbit di Sumatera Barat ataupun Surat Kabar berbahasa Melayu dan beraksara latin pertama di Indonesia dapat dilihat di artikel : Surat Kabar Pertama di Indonesia


Serangan Bajak Laut ke Padang

Le Meme lahir di Saint Malo, Bretagne di pantai barat Perancis yang sejak kecil bercita-cita menjadi bajak laut. Perang Napoleon adalah awal karirnya, dengan sebuah kapal perang bermerian 12 dan berawak 80 orang pada bulan Juli 1793 Le Meme berangkat dari Ile de France en Bourbon (sekarang bernama Mauritus) di Samudera Hindia menuju Nusantara.
Pada bulan Agustus, Le Meme merampok kapal Belanda bertujuan Batavia dari kota Padang diselat Sunda, pada hari yang sama dia juga merampok dua buah kapal Cina dan keesokan harinya sebuah kapal Belanda lagi.
Dikemudian hari, Ia memimpin sebuah kapal yang lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap menuju kota Padang. Pasukan Le Meme mendarat di Air Bangis dan menyerang kota Padang melalui Bukit Padang yang terdapat sebuah benteng pertahanan Belanda yang telah kosong. Sebagian pasukan Le Meme menyerang dengan perahu dari Sungai Arau.
Le Meme menguasai dan menjarah kota Padang selama 16 hari dan merampok semua kekayaan Belanda dan meminta upeti dari penduduk kota Padang sebanyak 25.000 ringgit dari 75.000 ringgit yang diminta semula.
Le Meme meninggal dunia tanggal 30 Maret 1805 dalam perjalanan ke Inggris untuk diadili setelah kalah dalam pertempuran laut di Laut Arab tanggal 7 November 1804.


Komoditas Ekspor Kota Padang

Kota Padang menjadi terkenal pada akhir abad ke 19 karena merupakan kota pengekspor kopi dari dataran tinggi Minangkabau. Ekspor komoditi terpenting kota Padang selama 50 tahun mulai dari tahun 1850 - 1908 ialah kopi, rotan, lada, beras, pala, kulit pala, tembakau dan kopra. Kopra mulai di ekspor tahun 1883, tembakau dan pala pada tahun 1866 sedangkan beras berhenti di ekspor mulai tahun 1889. Amerika Serikat, Perancis dan Jawa adalah tujuan ekspor kopi dari kota Padang selain Belanda pada waktu itu.
Jalan kereta api juga dibangun untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi dari pedalaman ke kota Padang dan pelabuhan baru yang bernama Emmahaven (Teluk Bayur sekarang) juga di bangun sekitar 7 kilometer disebelah selatan kota Padang untuk memudahkan pengangkutan batubara dari tambang batubara Umbilin.
Kopi mulai dibudidayakan di Sumatera Barat akibat kebijakan tanam paksa yang dijalankan oleh Belanda. Tanam paksa yang dijalankan oleh Belanda melalui Van den Bosch di Sumatera Barat tidaklah seberhasil tanam paksa di Jawa. Hal ini disebabkan Van den Bosch dan orang Belanda pada umumnya gagal melihat perbedaan karakter orang Jawa dan orang Minang.
Rakyat jawa selalu tunduk tanpa syarat pada pemimpinnya berapapun penderitaan dan tekanan yang diberikan, orang Jawa tidak akan memberontak selama yang melakukan tekanan dan penyebab penderitaan itu adalah pemimpin atau pemuka orang Jawa itu sendiri. Orang Minang memiliki budaya demokrasi dimana semua hal harus dihasilkan melalui musyawarah dan mufakat.


BEBERAPA CONTOH PAKAIAN PENGANTEN ORANG PADANG






Reference:
Rusli Amran, Sumatera Barat hingga Plakat Panjang, 1981, Cetakan Pertama, Penerbit Sinar Harapan
Copy : Dp_Tj

Letusan Gunung Api Lokon



Status Gunung Api Indonesia

6 Gunung Berstatus Siaga
15 Gunung Berstatus Waspada
Nama Gunung
Terhitung Tanggal
led_orange_blink Tambora
8 September 2011
led_orange_blink Anak Ranakan
8 September 2011
led_orange_blink Papandayan
13 Agustus 2011
led_orange_blink Karangetang 8 Agustus 2011
led_orange_blink Lokon
24 Juli 2011
led_orange_blink Krakatau
30 September 2011
led_orange_blink Soputan
8 September 2011
led_orange_blink Ibu
8 September 2011
Selengkapnya
Keterangan :
 led_orange_blink Waspada
 led_orange_blink Siaga
 led_red_blink Awas




















TIPS SIAGA BENCANA

Gempa Bumi
 
Waspada Gempa Bumi

APA ITU GEMPA BUMI
Gempa Bumi adalah getaran di tanah yang disebabkan oleh pergerakan permukaan bumi. Episentrum adalah titik di permukaan bumi, tepat ditas pusat gempa. Hiposentrum    berada jauh dalam tanah ditempat batuan pecah 7 bergeser untuk pertama kali.Gempa Bumi yang kuat dapat menyebabkan kerusakan besar bagi gedung, jembatan dan bangunan lain, termasuk juga korban nyawa.
JENIS GEMPA BUMI
  • GEMPA BUMI VULKANIK
Adalah getaran kuat akibat kegiatan gunung berapi.
  • GEMPA BUMI TEKTONIK
Adalah getaran kuat yang diakibatkan oleh patahan bumi karena pergesekan lempeng samudera atau lempeng bumi.

Kebanyakan gempa bumi berasal dari kerak bumi yang tidak jauh dari bawah tanah. Kadang gempa juga bisa terjadi sangat jauh dibawah permukaan bumi.
Tanda-tanda terjadinya gempa:
  • DI DALAM BANGUNAN
Semua benda yang tergantung bergoyang dan berjatuhan, misalnya : lampu gantung, pigura, jam dinding, lukisan dan lai-lain. Semua benda yang berdiri atau terletak diatas meja bergeser dan berjatuhan, misalnya : TV, radio, jam, alat makan, kompor dll.
  • DI LUAR BANGUNAN
Pohon, tiang listrik dan lampu jalan, jembatan serta gedung bergetar, bahkan jika terjadi getaran sangat kuat akan mengakibatkan tumbang dan roboh. Retakan/rekahan akan terlihat jelas pada permukaan tanah, dinding bangunan, dan jembatan.
SAAT TERJADI GEMPA
BILA BERADA DI DALAM BANGUNAN
  • Bila memungkinkan, segera cari jalan keluar yang aman
  • Bersembunyi dibawah meja, untuk menghindari reruntuhan
  • Hindari berada di dekat lemari, lemari es dan benda-benda yang mungkin bisa rubuh
  • Jangan berlari keluar dengan tergesa-gesa/panic

BILA BERADA DI LUAR BANGUNAN
  • Hindari bangunan tinggi, jembatan, tiang listrik, papan reklame
  • Jangan mendekati pohon-pohon yang tinggi
  • Cari tempat terbuka, atau tanah lapang
SETELAH TERJADI GEMPA
  •  Jangan segera masuk ke bangunan setelah terjadi gempa, karena kemungkinan akan terjadi gempa susulan
  • Segera berikan pertolongan pertama terhadap korban gempa
  • Cari informasi lebih lanjut dari pihak yang berwenang tentang gempa yang terjadi
Gempa Bumi Dapat Diikuti Tsunami Apabila :
  1. Getaran dirasakan sangat kuat.
  2. Menimbulkan kerusakan hebat.
  3. Air laut surut secara drastic dan selang beberapa menit muncul suara gemuruh dari arah laut.

 ..Tagana Kota Padang
Potensi Ancaman Bencana

Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain:
  • Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation)
  • Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana
  • Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat
Secara geografi s Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa - Nusa Tenggara – Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600–2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600–2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.
Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konfl ik dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

http://bnpb.go.id/website/asp/content.asp?id=31